Dua orang korban musibah Kapal Titanic pada tahun 1912, tiba-tiba muncul dalam keadaan masih hidup. Secara fisik mereka tidak berubah persis seperti semula. Teori lorong waktu telah menjawabnya. Misteri peristiwa yang terjadi beberapa tahun yang lalu, dan yang membuat gempar adalah nasib mujur kemunculan kembali korban Kapal Laut Titanic yang masih hidup.
Di antara kedua korban yang beruntung ini, yang satu adalah seorang penumpang wanita yang ditemukan pada tahun 1990, dan lainnya lagi adalah seorang kapten kapal Titanic yang ditemukan pada tahun 1991. Kapten kapal Smith ditemukan pada tanggal 9 Agustus 1991, setahun setelah ditemukannya seorang korban yang beruntung bernama Wenny Kathe, dia diselamatkan dari atas gunung es.
Kantor pelayaran telah menemukan daftar nama penumpang Kapal Titanic dan menegaskan keaslian identitas dirinya. Smith, kapten kapal Titanic dan penumpangnya Wenny Kathe adalah saksi hidup orang hilang yang muncul kembali melalui lintasan lorong waktu.
Oleh karena mereka menghilang dan muncul kembali secara misterius, maka hal ini sangat menarik perhatian orang banyak. Ilmuwan Amerika Ado Snandick berpendapat, mata manusia tidak bisa melihat keberadaan suatu benda dalam ruang lain, itulah obyektifitas keberadaan lorong waktu. Dalam sejarah, orang, kapal-kapal, pesawat terbang dan lain-lain sebagainya yang hilang secara misterius seperti yang sering kita dengar di perairan Segitiga Bermuda, sebenarnya adalah masuk ke dalam lorong waktu yang misterius ini.
Pertama, obyektifitas keberadaan lorong waktu adalah bersifat kematerialan, tidak terlihat, tidak dapat disentuh, tertutup untuk dunia fana kehidupan umat manusia, namun tidak mutlak, karena terkadang ia akan membukanya.
Ketiga, terhadap dunia fana (ruang fisik kita) di bumi, jika memasuki lorong waktu, berarti hilang secara misterius, dan jika keluar dari lorong waktu itu, maka artinya adalah muncul lagi secara misterius. Disebabkan lorong waktu dan bumi bukan merupakan sebuah sistem waktu, dan karena waktu bisa diam membeku, maka meskipun telah hilang selama 3 tahun, 5 tahun, bahkan 30 atau 50 tahun, waktunya sama seperti dengan satu atau setengah hari. Dalam ajaran Buddha terdapat satu bait penuturan: “Bagaikan sehari di kahyangan, tapi rasanya sudah ribuan tahun lamanya di bumi,” tampaknya memiliki makna kebenaran yang sangat dalam.
Sumber : lintasberita.com - wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar