Rabu, 14 April 2010

Geliat di Bawah Taman Nasional Yellowstone

Agustus 1870, seorang letnan Angkatan Darat berusia 30 tahun Gustavus Doane, anggota ekspedisi penjelajahan kawasan Yellowstone di wilayah teritori Wyoming, dengan susah-payah mendaki ke puncak Gunung Washburn di atas Sungai Yellowstone. Sambil memandang ke selatan, dia menyadari ada sesuatu yang hilang dari bentang Pegunungan Rocky, yaitu pegunungan. Dalam rentang berkilo-kilometer, satu-satunya ketinggian hanya ada di kejauhan, mengurung lembah berhutan yang amat luas. Bagi Doane, hanya ada satu cara untuk menjelaskan mengapa tak ada pegunungan di Pegunungan Rocky. “Lembah besar itu,” begitu tulisnya, “dulunya adalah kawah besar gunung api yang sekarang sudah tak ada lagi.”Si letnan memang benar. Yellowstone adalah sebuah gunung api dan bukan cuma gunung api biasa. Taman nasional tertua dan paling terkenal di Amerika Serikat itu tepat berada di puncak salah satu gunung api terbesar di Bumi. Bagaimanapun, Doane keliru dalam satu aspek penting. Gunung api Yellowstone masih ada. Sampai taraf tertentu yang belum pasti, gunung api itu masih sangat aktif.

Minggu, 11 April 2010

AWAN GEMPA SEBAGAI SEBUAH MISTERI


Seorang ilmuwan India, Varahamihira (505 - 587) dalam bab 32 dari karyanya Brihat Samhita membahas beberapa tanda-tanda peringantan akan adanya gempa bumi, misalnya: kelakuan binatang-binatang yang tidak seperti biasanya, pengaruh astrologi, pergerakan air bawah tanah dan formasi awan yang aneh, yang muncul seminggu sebelum terjadinya gempa bumi.

Sejak tahun 1990, seorang pensiunan ahli kimia di Kalifornia, Zhonghao Shou, telah membuat lusinan prakiraan gempa bumi berdasarkan pola-pola awan hasil pencitraan oleh satelit. Tekanan dan gesekan dari tanah dapat menguapkan air jauh sebelum gempa bumi terjadi, pendapat Shou, dan awan yang terbentuk akibat mekanisme ini memiliki bentuk yang amat berbeda dengan awan-awan pada umumnya. Shou mengungkapkan, dari 36 awan yang diteliti, 29 terbukti menjadi awal pertanda gempa. Prediksinya yang paling terkenal adalah ketika dia mengamati awan berbentuk garis memanjang dengan ekor mengarah ke Barat Laut.

Sebagai teori alternatif, didukung oleh para penganut model Listrik Semesta (Electric Universe), menyatakan bahwa beberapa gempa bumi kemungkinan memiliki karakteristik listrik, termasuk di dalamnya fenomena aural, radio dan gangguan VLF (Very Low Frequency).

Beberapa gempa yang terjadi antara tahun 1993 sampai 2006 dikaitkan dengan munculnya formasi awan ini sebagai tanda-tanda.Di Jepang tepatnya di Kobe, delapan hari sebelum terjadi gempa dahsyat pada tahun 1995, ditandai dengan kemunculan awan seperti itu. Awan serupa juga muncul sehari sebelum terjadinya gempa di Kagoshima tahun 1993. Bahkan gempa diNiigata tahun 2004 terjadi cuma empat jam setelah kemunculan awan aneh seperti itu. Hal yang sama juga terjadi di Yogyakarta pada tahun 2006, awan seperti itu muncul pada tanggal 3 Mei 2006 tepat beberapa minggu sebelum gempa dahsyat mengguncang Yogyakarta pada tangal 27 Mei 2006.

China bahkan sudah membicarakan tanda alam tersebut tahun 1622, tepatnya 25 Oktober, di mana terjadi gempa besar 7 skala Richter di Guyuan, Provinsi Ningxia, China barat. Masyarakat China barat saat itu melihat ada awan aneh sebelum gempa, Tahun 1978, sehari sebelum gempa Kanto di Jepang, Wali Kota Kyoto Kagida melihat awan aneh. Ia mengaitkan gempa dengan awan tersebut. Fenomena itu lalu disebut Kagida Cloud atau Awan Kagida, yang memperkirakan sumber gempa di titik paling tengah awan gempa. Namun, tahun 1985 pendapatnya dibantah. Sumber gempa diduga di titik terus terjadinya pembentukan awan. Satelit IndoEx memperlihatkan rekaman-rekaman fenomena gempa diiringi awan. Pada 20 Desember 2003, langit sekitar Bam, Iran, muncul awan memanjang. Empat hari kemudian terjadi gempa 6,8 SR. Pada 17 Januari 1994 muncul awan seperti asap roket di sekitar Northride, Amerika Serikat. Sehari kemudian terjadi gempa. Pada 13 Februari 1994 muncul awan berbentuk gelombang di Northride dan 20 Maret 1994 ada gempa besar. Pada 31 Agustus 1994 ada awan bentuk bulu ayam di Northern California, Amerika Serikat. Pada 1 September 1994 terjadi gempa di daerah itu. Awan seperti sinar terjadi di kawasan Joshua Tree, Amerika Serikat, 22 Juli 1996, dan 23 hari kemudian terjadi gempa.

Fenomena alam ini walaupun telah diamati oleh berbagai ahli akan tetapi belum dapat diterima secara ilmiah karena kurangnya aspek-aspek fisik yang mendukungnya. Banyak pakar belum dapat memastikan dan meyakini bahwa fenomena awan gempa tersebut dapat dimasukan sebagai cabang baru yang dapat dikembangkan dan di terapkan dalam ilmu pengetahuan, karena fenomena tersebut selama ini dianggap tidak dapat dijelaskan secara sistematis dan banyak pula yang menganggap semua itu hanyalah suatu kebetulan saja.

Terlepas dari berbagai sumber dan kontroversi yang ada, dari sebuah buku ensiklopedia sains yang pernah saya baca pasca gempa Yogyakarta 2006 terkait kemunculan awan gempa menyebutkan bahwa fenomena tersebut sangat dimungkinkan karena adanya rekahan pada lempeng bumi, sehingga menyebabkan adanya pelepasan energi (rock magnetism) yang terpancar keluar sehingga memungkinkan dapat tercitra sebagai sebuah “cahaya” di langit seperti halnya aurora. Pengaruh energi magnet yang ditimbulkan dari batuan yang ada di dalam bumi, selanjutnya akan berpengaruh terhadap berbagai fenomena yang ada di bumi seperti halnya pembentukan awan di sepanjang rekahan yang terbentuk hingga perilaku hewan yang gelisah akibat pancaran energi magnet yang timbul.

Berikut berbagai foto yang diambil dari beberapa sumber :

Awan Gempa Manado




Buratan Cahaya Pasca Gempa di China



Metafile Foto Awan Pasca Gempa Thianshui China



Awan Pasca Gempa di Thianshui China






Ribuan Katak berhamburan keluar memenuhi jalan



Foto Udara Pasca dan Pra Gempa Tianshui China



Dampak Gempa (Danau Tektonik) aliran sungai terbendung merendam pemukiman dan lahan